UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003
(Tentang Sistem Pendidikan Nasional)
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
- Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
- Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
- Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
- Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
- Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.
- Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
- Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
- Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.
- Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan.
- Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
- Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
- Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
- Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
- Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
- Pendidikan jarak jauh adalah pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi, informasi, dan media lain.
- Pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat.
- Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah.
- Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
- Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
- Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.
- Akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dalam satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.
- Sumber daya pendidikan adalah segala sesuatu yang dipergunakan dalam penyelenggaraan pendidikan yang meliputi tenaga kependidikan, masyarakat, dana, sarana, dan prasarana.
- Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli pendidikan.
- Komite sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan.
- Warga negara adalah warga negara Indonesia baik yang tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia maupun di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Masyarakat adalah kelompok warga negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
- Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
- Pemerintah daerah adalah pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, atau pemerintah kota.
- Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab dalam bidang pendidikan nasional.
BAB II
DASAR, FUNGSI DAN TUJUAN
Pasal 2
Pendidikan nasional berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 3
Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
BAB III
PRINSIP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
Pasal 4
(1) Pendidikan diselenggarakan
secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung
tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan
bangsa.
(2) Pendidikan diselenggarakan sebagai
satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna.
(3) Pendidikan diselenggarakan
sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang
berlangsung sepanjang hayat.
(4) Pendidikan diselenggarakan
dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas
peserta didik dalam proses pembelajaran.
(5) Pendidikan diselenggarakan
dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga
masyarakat.
(6) Pendidikan diselenggarakan
dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA, ORANG TUA, MASYARAKAT, DAN PEMERINTAH
Bagian Kesatu Hak dan Kewajiban Warga Negara
Pasal 5
(1) Setiap warga negara mempunyai
hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
(2) Warga negara yang memiliki
kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak
memperoleh pendidikan khusus.
(3) Warga negara di daerah
terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak
memperoleh pendidikan layanan khusus.
(4) Warga negara yang memiliki
potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.
(5) Setiap warga negara berhak
mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.
Pasal 6
(1) Setiap warga negara yang
berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.
(2) Setiap warga negara
bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan
Bagian Kedua Hak dan Kewajiban Orang Tua
Pasal 7
(1) Orang tua berhak berperan
serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang
perkembangan pendidikan anaknya.
(2) Orang tua dari anak usia
wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya.
Bagian Ketiga Hak dan Kewajiban Masyarakat
Pasal 8
Masyarakat berhak berperan serta
dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan.
Pasal 9
Masyarakat berkewajiban
memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan.
Bagian Keempat Hak dan Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah
Pasal 10
Pemerintah dan pemerintah daerah
berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan
pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 11
(1) Pemerintah dan pemerintah
daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya
pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.
(2) Pemerintah dan pemerintah
daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi
setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.
BAB V
PESERTA DIDIK
Pasal 12
(1) Setiap peserta didik pada
setiap satuan pendidikan berhak:
a. mendapatkan pendidikan agama
sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama;
b. mendapatkan pelayanan
pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya;
c. mendapatkan beasiswa bagi yang
berprestasi yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya;
d. mendapatkan biaya pendidikan
bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya;
e. pindah ke program pendidikan
pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara;
f. menyelesaikan program
pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang
dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan.
(2) Setiap peserta didik
berkewajiban:
a. menjaga norma-norma pendidikan
untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan;
b. ikut menanggung biaya
penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari
kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Warga negara asing dapat
menjadi peserta didik pada satuan pendidikan yang diselenggarakan dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(4) Ketentuan mengenai hak dan
kewajiban peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
BAB VI
JALUR, JENJANG, DAN JENIS PENDIDIKAN
Bagian Kesatu Umum
Pasal 13
(1) Jalur pendidikan terdiri atas
pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan
memperkaya.
(2) Pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dengan sistem terbuka melalui tatap muka
dan/atau melalui jarak jauh.
Pasal 14
Jenjang pendidikan formal terdiri
atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Pasal 15
Jenis pendidikan mencakup
pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus.
Pasal 16
Jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan dapat diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan
oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Bagian Kedua Pendidikan Dasar
Pasal 17
(1) Pendidikan dasar merupakan
jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.
(2) Pendidikan dasar berbentuk
sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat
serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk
lain yang sederajat.
(3) Ketentuan mengenai pendidikan
dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah.
Bagian Ketiga Pendidikan Menengah
Pasal 18
(1) Pendidikan menengah merupakan
lanjutan pendidikan dasar.
(2) Pendidikan menengah terdiri
atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan.
(3) Pendidikan menengah berbentuk
sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan
(SMK), dan madrasah aliyah kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
(4) Ketentuan mengenai pendidikan
menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur
lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Keempat Pendidikan Tinggi
Pasal 19
(1) Pendidikan tinggi merupakan
jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan
diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh
pendidikan tinggi.
(2) Pendidikan tinggi
diselenggarakan dengan sistem terbuka.
Pasal 20
(1) Perguruan tinggi dapat berbentuk
akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas.
(2) Perguruan tinggi berkewajiban
menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
(3) Perguruan tinggi dapat
menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi.
(4) Ketentuan mengenai perguruan
tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 21
(1) Perguruan tinggi yang
memenuhi persyaratan pendirian dan dinyatakan berhak menyelenggarakan program
pendidikan tertentu dapat memberikan gelar akademik, profesi, atau vokasi
sesuai dengan program pendidikan yang diselenggarakannya.
(2) Perseorangan, organisasi,
atau penyelenggara pendidikan yang bukan perguruan tinggi dilarang memberikan
gelar akademik, profesi, atau vokasi.
(3) Gelar akademik, profesi, atau
vokasi hanya digunakan oleh lulusan dari perguruan tinggi yang dinyatakan
berhak memberikan gelar akademik, profesi, atau vokasi.
(4) Penggunaan gelar akademik,
profesi, atau vokasi lulusan perguruan tinggi hanya dibenarkan dalam bentuk dan
singkatan yang diterima dari perguruan tinggi yang bersangkutan.
(5) Penyelenggara pendidikan yang
tidak memenuhi persyaratan pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau
penyelenggara pendidikan bukan perguruan tinggi yang melakukan tindakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan sanksi administratif berupa
penutupan penyelenggaraan pendidikan.
(6) Gelar akademik, profesi, atau
vokasi yang dikeluarkan oleh penyelenggara pendidikan yang tidak sesuai dengan
ketentuan ayat (1) atau penyelenggara pendidikan yang bukan perguruan tinggi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan tidak sah.
(7) Ketentuan mengenai gelar
akademik, profesi, atau vokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.
Pasal 22
Universitas, institut, dan
sekolah tinggi yang memiliki program doktor berhak memberikan gelar doktor
kehormatan (doktor honoris causa) kepada setiap individu yang layak memperoleh
penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar biasa dalam bidang ilmu
pengetahuan, teknologi, kemasyarakatan, keagamaan, kebudayaan, atau seni.
Pasal 23
(1) Pada universitas, institut,
dan sekolah tinggi dapat diangkat guru besar atau profesor sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Sebutan guru besar atau
profesor hanya dipergunakan selama yang bersangkutan masih aktif bekerja
sebagai pendidik di perguruan tinggi.
Pasal 24
(1) Dalam penyelenggaraan
pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan, pada perguruan tinggi berlaku
kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik serta otonomi keilmuan.
(2) Perguruan tinggi memiliki
otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan
tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat.
(3) Perguruan tinggi dapat
memperoleh sumber dana dari masyarakat yang pengelolaannya dilakukan
berdasarkan prinsip akuntabilitas publik.
(4) Ketentuan mengenai
penyelenggaraan pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 25
(1) Perguruan tinggi menetapkan
persyaratan kelulusan untuk mendapatkan gelar akademik, profesi, atau vokasi.
(2) Lulusan perguruan tinggi yang
karya ilmiahnya digunakan untuk memperoleh gelar akademik, profesi, atau vokasi
terbukti merupakan jiplakan dicabut gelarnya.
(3) Ketentuan mengenai
persyaratan kelulusan dan pencabutan gelar akademik, profesi, atau vokasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.
Bagian Kelima Pendidikan Nonformal
Pasal 26
(1) Pendidikan nonformal
diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang
berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal
dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
(2) Pendidikan nonformal
berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan
pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan
kepribadian profesional.
(3) Pendidikan nonformal meliputi
pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan,
pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan
keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain
yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. `
(4) Satuan pendidikan nonformal
terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat
kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang
sejenis.
(5) Kursus dan pelatihan
diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan,
keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri,
mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan
ke jenjang yang lebih tinggi.
(6) Hasil pendidikan nonformal
dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui
proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
(7) Ketentuan mengenai
penyelenggaraan pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.
Bagian Keenam Pendidikan Informal
Pasal 27
(1) Kegiatan pendidikan informal
yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara
mandiri.
(2) Hasil pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal
setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.
(3) Ketentuan mengenai pengakuan
hasil pendidikan informal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Ketujuh Pendidikan Anak Usia Dini
Pasal 28
(1) Pendidikan anak usia dini
diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.
(2) Pendidikan anak usia dini
dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau
informal.
(3) Pendidikan anak usia dini
pada jalur pendidikan formal berbentuk taman kanak-kanak (TK), raudatul athfal
(RA), atau bentuk lain yang sederajat.
(4) Pendidikan anak usia dini
pada jalur pendidikan nonformal berbentuk kelompok bermain (KB), taman
penitipan anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.
(5) Pendidikan anak usia dini
pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan
yang diselenggarakan oleh lingkungan.
(6) Ketentuan mengenai pendidikan
anak usia dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat
(4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Kedelapan Pendidikan Kedinasan
Pasal 29
(1) Pendidikan kedinasan
merupakan pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh departemen atau lembaga
pemerintah nondepartemen.
(2) Pendidikan kedinasan
berfungsi meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam pelaksanaan tugas
kedinasan bagi pegawai dan calon pegawai negeri suatu departemen atau lembaga
pemerintah nondepartemen.
(3) Pendidikan kedinasan
diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal dan nonformal.
(4) Ketentuan mengenai pendidikan
kedinasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur
lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Kesembilan Pendidikan Keagamaan
Pasal 30
(1) Pendidikan keagamaan
diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk
agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pendidikan keagamaan
berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami
dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.
(3) Pendidikan keagamaan dapat
diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal.
(4) Pendidikan keagamaan
berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk
lain yang sejenis.
(5) Ketentuan mengenai pendidikan
keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Kesepuluh Pendidikan Jarak Jauh
Pasal 31
(1) Pendidikan jarak jauh diselenggarakan
pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
(2) Pendidikan jarak jauh
berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak
dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler.
(3) Pendidikan jarak jauh
diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang didukung oleh
sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan
sesuai dengan standar nasional pendidikan.
(4) Ketentuan mengenai
penyelenggaraan pendidikan jarak jauh sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Kesebelas Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus.
Pasal 32
(1) Pendidikan khusus merupakan
pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti
proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
(2) Pendidikan layanan khusus
merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang,
masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana
sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.
(3) Ketentuan mengenai
pelaksanaan pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah
BAB VII
BAHASA PENGANTAR
Pasal 33
(1) Bahasa Indonesia sebagai
Bahasa Negara menjadi bahasa pengantar dalam pendidikan nasional.
(2) Bahasa daerah dapat digunakan
sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal pendidikan apabila diperlukan dalam
penyampaian pengetahuan dan/atau keterampilan tertentu.
(3) Bahasa asing dapat digunakan
sebagai bahasa pengantar pada satuan pendidikan tertentu untuk mendukung
kemampuan berbahasa asing peserta didik.
BAB VIII
WAJIB BELAJAR
Pasal 34
(1) Setiap warga negara yang
berusia 6 tahun dapat mengikuti program wajib belajar.
(2) Pemerintah dan pemerintah
daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan
dasar tanpa memungut biaya.
(3) Wajib belajar merupakan
tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat.
(4) Ketentuan mengenai wajib
belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.
BAB IX
STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN
Pasal 35
(1) Standar nasional pendidikan
terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan,
sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang
harus ditingkatkan secara berencana dan berkala.
(2) Standar nasional pendidikan
digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan
prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan.
(3) Pengembangan standar nasional
pendidikan serta pemantauan dan pelaporan pencapaiannya secara nasional
dilaksanakan oleh suatu badan standardisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu
pendidikan.
(4) Ketentuan mengenai standar
nasional pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
BAB X
KURIKULUM
Pasal 36
(1) Pengembangan kurikulum
dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional.
(2) Kurikulum pada semua jenjang
dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan
satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
(3) Kurikulum disusun sesuai
dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia
dengan memperhatikan:
a. peningkatan iman dan takwa;
b. peningkatan akhlak mulia;
c. peningkatan potensi,
kecerdasan, dan minat peserta didik;
d. keragaman potensi daerah dan
lingkungan;
e. tuntutan pembangunan daerah
dan nasional;
f. tuntutan dunia kerja;
g. perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni;
h. agama;
i. dinamika perkembangan global;
dan
j. persatuan nasional dan
nilai-nilai kebangsaan.
(4) Ketentuan mengenai
pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 37
(1) Kurikulum pendidikan dasar
dan menengah wajib memuat:
a. pendidikan agama;
b. pendidikan kewarganegaraan;
c. bahasa;
d. matematika;
e. ilmu pengetahuan alam;
f. ilmu pengetahuan sosial;
g. seni dan budaya;
h. pendidikan jasmani dan
olahraga;
i. keterampilan/kejuruan; dan
j. muatan lokal.
(2) Kurikulum pendidikan tinggi
wajib memuat:
a. pendidikan agama;
b. pendidikan kewarganegaraan;
dan
c. bahasa.
(3) Ketentuan mengenai kurikulum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.
Pasal 38
(1) Kerangka dasar dan struktur
kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh Pemerintah.
(2) Kurikulum pendidikan dasar
dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau
satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi
dinas pendidikan atau kantor departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan
dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah.
(3) Kurikulum pendidikan tinggi
dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada
standar nasional pendidikan untuk setiap program studi.
(4) Kerangka dasar dan struktur
kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang
bersangkutan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk setiap
program studi.
BAB XI
PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
Pasal 39
(1) Tenaga kependidikan bertugas
melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan
teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.
(2) Pendidik merupakan tenaga
profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta
melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik
pada perguruan tinggi.
Pasal 40
(1) Pendidik dan tenaga
kependidikan berhak memperoleh:
a. penghasilan dan jaminan
kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai;
b. penghargaan sesuai dengan
tugas dan prestasi kerja;
c. pembinaan karier sesuai dengan
tuntutan pengembangan kualitas;
d. perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan intelektual; dan
e. kesempatan untuk menggunakan
sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran
pelaksanaan tugas.
(2) Pendidik dan tenaga
kependidikan berkewajiban:
a. menciptakan suasana pendidikan
yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis;
b. mempunyai komitmen secara
profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan
c. memberi teladan dan menjaga
nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang
diberikan kepadanya.
Pasal 41
(1) Pendidik dan tenaga
kependidikan dapat bekerja secara lintas daerah.
(2) Pengangkatan, penempatan, dan
penyebaran pendidik dan tenaga kependidikan diatur oleh lembaga yang
mengangkatnya berdasarkan kebutuhan satuan pendidikan formal.
(3) Pemerintah dan pemerintah
daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga
kependidikan yang diperlukan untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang
bermutu.
(4) Ketentuan mengenai pendidik
dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 42
(1) Pendidik harus memiliki
kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar,
sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional.
(2) Pendidik untuk pendidikan
formal pada jenjang pendidikan usia dini, pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi dihasilkan oleh perguruan tinggi yang
terakreditasi.
(3) Ketentuan mengenai
kualifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 43
(1) Promosi dan penghargaan bagi
pendidik dan tenaga kependidikan dilakukan berdasarkan latar belakang
pendidikan, pengalaman, kemampuan, dan prestasi kerja dalam bidang pendidikan.
(2) Sertifikasi pendidik
diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga
kependidikan yang terakreditasi.
(3) Ketentuan mengenai promosi,
penghargaan, dan sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 44
(1) Pemerintah dan pemerintah
daerah wajib membina dan mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah.
(2) Penyelenggara pendidikan oleh
masyarakat berkewajiban membina dan mengembangkan tenaga kependidikan pada
satuan pendidikan yang diselenggarakannya.
(3) Pemerintah dan pemerintah
daerah wajib membantu pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan pada
satuan pendidikan formal yang diselenggarakan oleh masyarakat.
BAB XII
SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN
Pasal 45
(1) Setiap satuan pendidikan
formal dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan
pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan
intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik.
(2) Ketentuan mengenai penyediaan
sarana dan prasarana pendidikan pada semua satuan pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
BAB XIII
PENDANAAN PENDIDIKAN
Bagian Kesatu Tanggung Jawab Pendanaan
Pasal 46
(1) Pendanaan pendidikan menjadi tanggung
jawab bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
(2) Pemerintah dan pemerintah
daerah bertanggung jawab menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur
dalam Pasal 31 ayat (4) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
(3) Ketentuan mengenai tanggung
jawab pendanaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Kedua Sumber Pendanaan Pendidikan
Pasal 47
(1) Sumber pendanaan pendidikan
ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan.
(2) Pemerintah, pemerintah
daerah, dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(3) Ketentuan mengenai sumber
pendanaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Ketiga Pengelolaan Dana Pendidikan
Pasal 48
(1) Pengelolaan dana pendidikan
berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik.
(2) Ketentuan mengenai
pengelolaan dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Keempat Pengalokasian Dana Pendidikan
Pasal 49
(1) Dana pendidikan selain gaji
pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20%
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
(2) Gaji guru dan dosen yang
diangkat oleh Pemerintah dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN).
(3) Dana pendidikan dari
Pemerintah dan pemerintah daerah untuk satuan pendidikan diberikan dalam bentuk
hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Dana pendidikan dari
Pemerintah kepada pemerintah daerah diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5) Ketentuan mengenai
pengalokasian dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
BAB XIV
PENGELOLAAN PENDIDIKAN
Bagian Kesatu Umum
Pasal 50
(1) Pengelolaan sistem pendidikan
nasional merupakan tanggung jawab menteri.
(2) Pemerintah menentukan
kebijakan nasional dan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan
nasional.
(3) Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan
pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang
bertaraf internasional.
(4) Pemerintah daerah provinsi
melakukan koordinasi atas penyelenggaraan pendidikan, pengembangan tenaga
kependidikan, dan penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah
kabupaten/kota untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah.
(5) Pemerintah kabupaten/kota
mengelola pendidikan dasar dan pendidikan menengah, serta satuan pendidikan
yang berbasis keunggulan lokal.
(6) Perguruan tinggi menentukan
kebijakan dan memiliki otonomi dalam mengelola pendidikan di lembaganya.
(7) Ketentuan mengenai
pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3),
ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.
Pasal 51
(1) Pengelolaan satuan pendidikan
anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan
berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis
sekolah/madrasah.
(2) Pengelolaan satuan pendidikan
tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi, akuntabilitas, jaminan mutu,
dan evaluasi yang transparan.
(3) Ketentuan mengenai
pengelolaan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 52
(1) Pengelolaan satuan pendidikan
nonformal dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
(2) Ketentuan mengenai
pengelolaan satuan pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Kedua Badan Hukum Pendidikan
Pasal 53
(1) Penyelenggara dan/atau satuan
pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk
badan hukum pendidikan.
(2) Badan hukum pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi memberikan pelayanan pendidikan
kepada peserta didik.
(3) Badan hukum pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berprinsip nirlaba dan dapat mengelola dana
secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan.
(4) Ketentuan tentang badan hukum
pendidikan diatur dengan undang-undang tersendiri.
BAB XV
PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN
Bagian Kesatu Umum
Pasal 54
(1) Peran serta masyarakat dalam
pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi
profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan
pengendalian mutu pelayanan pendidikan.
(2) Masyarakat dapat berperan
serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.
(3) Ketentuan mengenai peran
serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Kedua Pendidikan Berbasis Masyarakat
Pasal 55
(1) Masyarakat berhak
menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan
nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk
kepentingan masyarakat.
(2) Penyelenggara pendidikan
berbasis masyarakat mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi
pendidikan, serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standar nasional
pendidikan.
(3) Dana penyelenggaraan
pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara, masyarakat,
Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sumber lain yang tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Lembaga pendidikan berbasis
masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain
secara adil dan merata dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
(5) Ketentuan mengenai peran
serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Ketiga Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah
Pasal 56
(1) Masyarakat berperan dalam
peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan,
dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite
sekolah/madrasah.
(2) Dewan pendidikan sebagai
lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan
pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana
dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis.
(3) Komite sekolah/madrasah,
sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan
dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan
prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.
(4) Ketentuan mengenai pembentukan
dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
BAB XVI
EVALUASI, AKREDITASI, DAN SERTIFIKASI
Bagian Kesatu Evaluasi
Pasal 57
(1) Evaluasi dilakukan dalam
rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk
akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
(2) Evaluasi dilakukan terhadap
peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal dan nonformal
untuk semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan.
Pasal 58
(1) Evaluasi hasil belajar
peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan
perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.
(2) Evaluasi peserta didik,
satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri secara
berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk menilai pencapaian standar
nasional pendidikan.
Pasal 59
(1) Pemerintah dan pemerintah
daerah melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan.
(2) Masyarakat dan/atau
organisasi profesi dapat membentuk lembaga yang mandiri untuk melakukan
evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58.
(3) Ketentuan mengenai evaluasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.
Bagian Kedua Akreditasi
Pasal 60
(1) Akreditasi dilakukan untuk
menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal
dan nonformal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
(2) Akreditasi terhadap program
dan satuan pendidikan dilakukan oleh Pemerintah dan/atau lembaga mandiri yang
berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik.
(3) Akreditasi dilakukan atas
dasar kriteria yang bersifat terbuka.
(4) Ketentuan mengenai akreditasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah.
Bagian Ketiga Sertifikasi
Pasal 61
(1) Sertifikat berbentuk ijazah
dan sertifikat kompetensi.
(2) Ijazah diberikan kepada
peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau penyelesaian
suatu jenjang pendidikan setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh satuan
pendidikan yang terakreditasi.
(3) Sertifikat kompetensi
diberikan oleh penyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan kepada peserta
didik dan warga masyarakat sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk
melakukan pekerjaan tertentu setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan
oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi.
(4) Ketentuan mengenai
sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur
lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
BAB XVII
PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN
Pasal 62
(1) Setiap satuan pendidikan
formal dan nonformal yang didirikan wajib memperoleh izin Pemerintah atau
pemerintah daerah.
(2) Syarat-syarat untuk
memperoleh izin meliputi isi pendidikan, jumlah dan kualifikasi pendidik dan
tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, pembiayaan pendidikan,
sistem evaluasi dan sertifikasi, serta manajemen dan proses pendidikan.
(3) Pemerintah atau pemerintah
daerah memberi atau mencabut izin pendirian satuan pendidikan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Ketentuan mengenai pendirian
satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 63
Satuan pendidikan yang didirikan
dan diselenggarakan oleh Perwakilan Republik Indonesia di negara lain
menggunakan ketentuan undang-undang ini.
BAB XVIII
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN OLEH LEMBAGA NEGARA LAIN
Pasal 64
Satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh perwakilan negara asing di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia, bagi peserta didik warga negara asing, dapat menggunakan
ketentuan yang berlaku di negara yang bersangkutan atas persetujuan Pemerintah
Republik Indonesia.
Pasal 65
(1) Lembaga pendidikan asing yang
terakreditasi atau yang diakui di negaranya dapat menyelenggarakan pendidikan
di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(2) Lembaga pendidikan asing pada
tingkat pendidikan dasar dan menengah wajib memberikan pendidikan agama dan
kewarganegaraan bagi peserta didik
warga negara Indonesia.
(3) Penyelenggaraan pendidikan
asing wajib bekerja sama dengan lembaga pendidikan di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia dengan mengikutsertakan tenaga pendidik dan pengelola warga
negara Indonesia.
(4) Kegiatan pendidikan yang
menggunakan sistem pendidikan negara lain yang diselenggarakan di wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(5) Ketentuan mengenai
penyelenggaraan pendidikan asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
BAB XIX
PENGAWASAN
Pasal 66
(1) Pemerintah, pemerintah
daerah, dewan pendidikan, dan komite sekolah/madrasah melakukan pengawasan atas
penyelenggaraan pendidikan pada semua jenjang dan jenis pendidikan sesuai dengan
kewenangan masing-masing.
(2) Pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas
publik.
(3) Ketentuan mengenai pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
BAB XX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 67
(1) Perseorangan, organisasi,
atau penyelenggara pendidikan yang memberikan ijazah, sertifikat kompetensi,
gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi tanpa hak dipidana dengan pidana
penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Penyelenggara perguruan
tinggi yang dinyatakan ditutup berdasarkan Pasal 21 ayat (5) dan masih
beroperasi dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3) Penyelenggara pendidikan yang
memberikan sebutan guru besar atau profesor dengan melanggar Pasal 23 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Penyelenggara pendidikan
jarak jauh yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31
ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 68
(1) Setiap orang yang membantu
memberikan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau
vokasi dari satuan pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan dipidana dengan
pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang menggunakan
ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi yang
diperoleh dari satuan pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan dipidana
dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap orang yang menggunakan
gelar lulusan yang tidak sesuai dengan bentuk dan singkatan yang diterima dari
perguruan tinggi yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4)
dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(4) Setiap orang yang memperoleh
dan/atau menggunakan sebutan guru besar yang tidak sesuai dengan Pasal 23 ayat
(1) dan/atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 69
(1) Setiap orang yang menggunakan
ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi yang
terbukti palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang dengan
sengaja tanpa hak menggunakan ijazah dan/atau sertifikat kompetensi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2) dan ayat (3) yang terbukti palsu dipidana
dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 70
Lulusan yang karya ilmiah yang
digunakannya untuk mendapatkan gelar akademik, profesi, atau vokasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) terbukti merupakan jiplakan dipidana dengan
pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 71
Penyelenggara satuan pendidikan
yang didirikan tanpa izin Pemerintah atau pemerintah daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama
sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
BAB XXI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 72
Penyelenggaraan pendidikan yang
pada saat undang-undang ini diundangkan belum berbentuk badan hukum pendidikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 tetap berlaku sampai dengan terbentuknya
undang-undang yang mengatur badan hukum pendidikan.
Pasal 73
Pemerintah atau pemerintah daerah
wajib memberikan izin paling lambat dua tahun kepada satuan pendidikan formal
yang telah berjalan pada saat undang-undang ini diundangkan belum memiliki
izin.
Pasal 74
Semua peraturan
perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor
6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3390) yang ada pada saat diundangkannya
undang-undang ini masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum
diganti berdasarkan undang-undang ini.
BAB XXII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 75
Semua peraturan
perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan undang-undang ini harus
diselesaikan paling lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya undang-undang
ini.
Pasal 76
Pada saat mulai berlakunya
undang-undang ini, Undang-Undang Nomor 48/Prp./1960 tentang Pengawasan
Pendidikan dan Pengajaran Asing (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 155, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2103) dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3390) dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 77
Undang-undang ini mulai berlaku
pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 8 Juli 2003
Tidak ada komentar:
Posting Komentar